Bankir, Rakyat, & Pemerintah
Uang dalam sebuah masyarakat ibarat darah di dalam tubuh manusia.
Kelebihan atau kekurangannya akan menyebabkan tekanan tinggi dan rendah
(inflasi dan deflasi).
Kalau orang biasa ditanya berapa banyak
uang beredar yang sepantasnya ada dalam sebuah masyarakat, jawaban
logisnya adalah tergantung berapa banyak BARANG DAN JASA yang sanggup
diperdagangkan oleh komunitas tersebut dalam perdagangan sehari-hari
mereka.
Tetapi siapa sebenarnya yang menentukan jumlah uang beredar, dan bagaimana uang diedarkan?
Karena uang hanyalah medium pertukaran barang dan jasa di dalam
komunitas tersebut, untuk melayani masyarakat tersebut, logisnya adalah
tak seorangpun yang berhak mengambil keuntungan dari pengadaan uang.
Orang yang berproduksi pantas mendapatkan uang, dan orang yang tidak
berproduksi tidak mendapatkan apa-apa.
Petani menghasilkan
hasil tani, nelayan mencari ikan dan hasil laut, penenun kain membuat
pakaian, tukang masak mengolah hasil tani menjadi makanan, tukang kayu
membuat bangunan dan perkakas rumah, orang-orang terdidik menjadi guru
di sekolah, dll. Semua orang mengerjakan dan memberikan kontribusi ke
masyarakat sesuai kemampuannya. Uang harusnya diciptakan OLEH komunitas
tersebut UNTUK melayani komunitas tersebut.
Tetapi kemudian
sekelompok kecil anggota komunitas tersebut, yang diberkati dengan daya
pikir yang lebih tajam, sekaligus keserakahan yang tak terhingga,
memahami bahwa mereka bisa TIDAK memberikan kontribusi apapun tetapi
memiliki segala-galanya di masyarakat tersebut. Kelompok ini adalah
"Pengada (Pencipta) Medium Uang."
Kalau demi memiliki uang dan
menghindari sistem bartel yang merepotkan, masyarakat tersebut rela
MEMINJAM uang kepada kelompok tersebut, maka masyarakat ini secara de
facto telah menjadi budak abadi dari kelompok pencipta uang itu.
Misalkan : masyarakat ini terdiri dari 100 penduduk. Ada yang jadi
petani, nelayan, tukang kayu, penenun kain, tukang masak, penambang,
guru dll.
Kemudian sang Pencipta Uang, katakanlah seorang
penambang emas, berhasil membujuk masyarakat tersebut untuk menggunakan
koin emas buatannya sebagai medium pertukaran (uang). Semua orang
membeli emas darinya, dan sebagai gantinya memberikan barang / jasa
tertentu kepadanya. Yang lain, karena tidak memiliki barang, akhirnya
harus meminjam kepada tukang emas tersebut.
Bila tukang emas
ini meminjamkan 1000 koin emas dan menagih 5% bunga kepada masyarakat
ini, maka tanpa menggunakan hukum bunga-berbunga sekalipun, dalam waktu
20 tahun tukang emas ini akan memiliki semua koin emas dia kembali, dan
masyarakat ini masih tetap berhutang 1000 koin emas kepadanya.
Saat itu, tak satu pun koin beredar di masyarakat, sehingga tidak
mungkin masyarakat tersebut sanggup membayar. Tentu saja, dalam
prakteknya, memasuki tahun ke-2 sekalipun tukang emas tersebut sudah
harus meminjamkan koin emasnya kepada anggota masyarakat ini, tukang
emas ini tidak ingin bunga yang dia terima membuat suplai uang di
masyarakat menurun, karena nantinya skema ini akan terbongkar.
Penurunan suplai uang di komunitas manapun selalu menciptakan resesi /
depresi ekonomi. Agar sistem ini tidak gagal, komunitas tersebut harus
terus mengajukan pinjaman baru, agar saat bunga / cicilan pokok pinjaman
lama dibayarkan, suplai uang di komunitas tersebut tidak berkurang.
Tidak masalah medium apa yang Anda gunakan sebagai uang, selama sang
pencipta uang adalah pemilik medium uang (bukannya masyarakat itu
sendiri) dan berhak menagih bunga atas pinjamannya, masyarakat ini tidak
akan pernah sanggup melepaskan diri dari perbudakan bunga, siklus
inflasi dan resesi.
Pihak yang paling berkepentingan agar emas
menjadi medium pertukaran uang, bisa Anda yakin bahwa dia pasti memiliki
banyak emas yang ingin dia jual atau pinjamkan. Inilah satu-satunya
motivasi dia untuk mempromosikan emas sebagai uang.
Karena
kemampuan komunitas tersebut untuk berhutang ada batasnya, dan akibat
bunga pinjaman yang harus mereka bayarkan, sebagian anggota komunitas
tersebut pun jatuh miskin pada tahun-tahun pembayaran berikutnya.
Manusia, sebagai makluk sosial, menyadari bahwa anggota masyarakat yang
tidak beruntung ini tidak bisa dibiarkan begitu saja dan perlu dibantu.
Maka diciptakanlah sebuah institusi sederhana untuk membantu mereka,
yaitu Pemerintah, yang juga akan berfungsi untuk mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan kepentingan orang banyak.
Tetapi, karena
dari tahun ke tahun semakin banyak uang yang diperlukan untuk membantu
anggota masyarakat yang tidak beruntung ini, skala pemerintah dan uang
yang diperlukan untuk membiayai mereka pun terus bertambah besar.
Pemerintah, yang didirikan untuk menjadi penolong, perlahan-lahan
justru berubah menjadi penodong. Jangan lupa, anggota pemerintah pun
orang-orang biasa yang perlu makan dan memiliki kebutuhan lainnya. Jadi,
sebelum uang yang dikumpulkan masyarakat untuk membantu orang miskin
ini digunakan, sebagian uang tersebut pun masuk ke kantong anggota
pemerintah terlebih dahulu.
Semakin besar jumlah orang miskin
yang perlu dibantu, semakin besar skala pemerintah di komunitas
tersebut. Semakin banyak usaha yang jatuh bangkrut, semakin sering juga
pemeritah mengambil alih usaha-usaha tersebut, dan semakin banyak uang
juga yang perlu dibayar anggota komunitas yang masih produktif dan belum
bangkrut (*pajak). Suatu ketika, saat uang yang sanggup dikumpulkan
dari masyarakat yang masih produktif pun tidak mencukupi lagi,
pemerintah, sebagai sebuah institusi, pun mulai mengajukan pinjaman
kepada si pencipta uang (dalam contoh di atas, si tukang emas)
(*Pajak : bedakan pajak yang ditarik untuk membantu orang miskin,
pembangunan infrastruktur, gaji anggota pemerintah, Vs pajak untuk
membayar cicilan hutang pemerintah. Kalau Anda mengira pajak yang Anda
bayarkan setiap bulan semuanya digunakan untuk membantu orang miskin di
Indonesia, memperbaiki jalan, sekolah, tempat ibadah dll, sebaiknya Anda
mengecek dengan mata sendiri betapa besarnya anggaran pemerintah yang
digunakan untuk membayar cicilan hutang & pokok kepada bankir
internasional.)
Pemerintah, akhirnya pun terpojok untuk terus
memaksa rakyatnya membayar lebih banyak lagi tagihan pajak, bea ini bea
itu, pungutan jinak, pungutan liar, dll. Sekarang posisinya menjadi
Pemerintah Vs Rakyat.
Orang-orang yang tidak setuju dengan
kebijakan pemerintah pun mulai membuat kelompok (partai) baru,
seolah-olah mereka bisa menyelesaikan masalah, mengembalikan skala
pemerintah ke skala yang lebih kecil, dan mengurangi pajak dan pungutan
kepada masyarakat produktif mereka.
Puluhan partai didirikan
untuk berdebat satu sama lain, tetapi tak seorang pun yang bersedia
mendebat asal usul uang mereka, tak seorang pun membicarakan si tukang
emas. Mungkin memang itulah fungsi utama sistem demokrasi, agar si
tukang emas lebih gampang mempertahankan kekuasaan. Bagaimanapun, jauh
lebih gampang menyuap beberapa ratus anggota parlemen dibanding menyuap
mayoritas rakyat di suatu negara.
Keadaan dari tahun ke tahun
bertambah kacau, jumlah orang miskin terus bertambah dari generasi ke
generasi. Anak-anak muda mulai khawatir akan masa depan mereka, dan tak
mengerti mengapa generasi ini tampaknya lebih miskin dibanding generasi
sebelumnya, dan kelihatannya anak-anak mereka sendiri akan lebih miskin
dibanding mereka sendiri saat ini.
Polisi, tentara, yang
seharusnya ada untuk melindungi rakyatnya, suatu ketika akan digunakan
oleh si tukang emas sebagai senjata untuk melawan rakyatnya. Ironisnya,
si tukang emas ini bahkan tidak perlu repot-repot menggaji polisi dan
tentara. Gaji mereka dibayar oleh pajak rakyat yang mereka tindas.
Tahun depan Indonesia akan kembali menyelenggarkan Pemilu. Kalau tidak
ada kejutan, lagi-lagi puluhan partai politik akan berdebat dan
menyanyikan janji-janji manis kepada orang-orang yang ingin percaya. Dan
lagi-lagi tak sebuah partai pun yang akan menyinggung si tukang emas
saat ini, BANK (mulai dari Bank Sentral, dan kemudian ke Bank-Bank
Komersial yang menciptakan mayoritas uang beredar di negara ini).
Kita masih berada dalam perbudakan bunga bank, tidak berubah sejak
sebelum merdeka. Dan bank-bank komersial pun masih tetap mempraktekkan
fractional reserve banking, tidak berubah sejak ratusan tahun lalu.
Kontrol atas kredit masih di tangan bankir, bukan di tangan rakyat. Jadi... Nothing is going to change, nothing!
Tahun depan, saat pinjaman tak terbayar rakyat USA memuncak, konsumsi
mereka akan menurun tajam. Ketika mereka berhenti konsumsi, toko-toko
distributor utama di Amerika akan mengurangi order ke pabrik-pabrik di
Asia dan Eropa. Kurangnya order kemudian diikuti dengan PHK masal di
Asia dan Eropa, dan kemudian toko-toko retail di Asia dan Eropa pun akan
mulai jatuh bangkrut dan tidak bisa membayar pinjaman ke bank-bank
komerisial lokal mereka.
Hanya orang-orang (& perusahaan)
yang paling sedikiti dibiayai oleh hutanglah yang bisa keluar dari
krisis kali ini. Sisanya akan jatuh bangkrut dan aset mereka akan
diambilalih para bankir. 2-3 tahun ke depan, para "tukang emas" akan
menikmati sensasi konsolidasi mereka, bisnis-bisnis akan jatuh ke lebih
sedikit tangan, kompetisi akan berkurang (termasuk bisnis perbankan).
Mimpi mereka untuk meMONOPOLI semua aset semakin mendekati kenyataan.
"Last Man Standing."
Di sisi lain, orang-orang miskin terus
bertambah. Anak-anak tidak sanggup sekolah, orang yang masih memiliki
pekerjaan pun mulai berpikir untuk korupsi lebih banyak karena gaji
tidak mencukupi, sebagian lagi mencari solusi lewat perjudian,
prostitusi, perdagangan obat terlarang, dan hubungan internal keluarga
juga memburuk. Hubungan antar orang di masyarakat pun tidak bertambah
baik, orang-orang sibuk memikirkan bagaimana mereka harus makan, tak ada
lagi waktu untuk bersosialisasi secara suka rela, kemunafikan pun
bertambah... Kriminalitas akan meningkat tajam, dan tak banyak yang bisa
dilakukan.
Percayakah Anda?
Bila Anda tidak menghentikan
sistem ini sekarang, bila Anda tidak mengekspos kejahatan perbankan
sekarang, maka akan tiba suatu hari.. di mana saat Anda mempertaruhkan
nyawa Anda sekalipun, Anda tidak akan punya peluang lagi untuk menang.
Semua aset, utilitas umum, militer, media, pendidikan, kepolisian,
konglomerasi pertanian, perkebunan, pertambangan, gudang nasional
makanan dan distribusinya, semuanya sudah dalam genggaman "tukang emas".
Mulailah bercerita, "Silence is Acceptance."
Sumber: http://pohonbodhi.blogspot.com/2008/10/bankir-rakyat-pemerintah.html
diposting oleh Arief_Hape @ 04.09
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda